Author: Afit Nur Hanifah
BIRTHDAY TRAGEDY
“Anak
ayam buruan..!,abang ada kelas pagi nih..”
Teriak Arga dari dalam mobil
“Iya bentar bang,lagi otw”
saut Rega keluar kamar dengan tergesa-gesa
“Ya elah..lama banget sih ,
kaya cewe.” Celoteh Arga
“Ah..cerewet
lu bang,mirip tante-tante tetangga
sebelah..,baru juga jam segini”sahut Rega sambil membuka pintu mobil.
Begitulah
keseharian mereka setiap berangkat kuliah.
Arga dan Rega, mereka adalah sepasang kakak adik yang akur tapi banyak
berantemnya. Mereka hanya tinggal berdua dirumah peninggalan orang tuanya
beserta mobil dan asisten rumah tangga yang setia sejak mereka masih
menggunakkan popok. Sedangkan, Orangtua mereka saat ini tinggal di Jepang untuk
urusan bisnis. Arga lebih tua 2 tahun dari Rega adiknya. Mereka sama-sama duduk
di bangku kuliah dengan almamater yang berbeda. Arga baru saja menginjak satu
tahun statusnya menjadi seorang mahasiswa hukum sedangkan kakaknya sudah
semester 4.
“ Ga, turun..! Woyyy…malah tidur lagi. Dasar Kebo!!!
Udah ayam, Kebo pula ” Mengguncang badan Rega
“iya..iya.. Sabar kek ,” gerutu Rega
Rega pun segera menuju kelasnya ,pada
saat itu tiba-tiba.
“bruukk…”
“Aduhh..gimana sih kamu.. jalan liat-liat kali
main nylonong aja” kata Lea kesal
“Sorry
sorry..nggak sengaja” Jawab Rega sambil tetap berlari dengan wajah melirik Lea
dengan bukunya yang berserakan.
“Wooyyy….berhenti!!!”
teriak Lea
“lain kali yaa…weeekkk ” ledek Rega sambil menjulurkan lidahnya
“ Rega… awas kamu ya! ” Ancam Lea
Lea, si mahasiswi hukum yang setiap
hari selalu bawa buku-buku hukum yang super tebal. Tak seperti mahasiswi lainnya,
hobinya yang tidak lain tidak bukan adalah menghafal undang-undang. Tak heran,
Lea selalu mendapat nilai yang bagus dan disukai oleh dosennya. Lea sangat
berambisi untuk meraih mimpinya sebagai seorang jaksa seperti ayahnya dulu maka
dari itu dia sangat bersunggung-sungguh dalam menggapai mimpinya. Selain hobi
menghafal Undang-undang, Lea juga mahir menggesek senar biola.
“hei…UU berjalan. Ke kantin yukk?
Laper nihh” ajak Rega
“ Kenal?” jawab Lea ketus
“ ciee..yang
lagi marah, maaf dehh.. aku traktir
bakso gimana?” ledek Rega
“ Sorry
ya, tapi aku nggak laper.” Jawabnya
singkat
“ yakin nggak mau..???” Rega menggoda
“ya udah deh, kalau maksa, tapi beneran ditraktir kan?”
“ iya…iya..kapan sih Rega bohong” menyombongkan diri
Ia dan Rega memang sudah bersahabat
sejak mereka duduk di bangku menegah atas. Tak heran mereka sangat dekat dan
sering menghabiskan waktu bersama walaupun terkadang Rega sering menjahili Lea.
Dalam
sekejap, dua mangkok bakso dan es teh tersaji di meja mereka. Tiba-tiba muncul
segerombolan senior-senior berandal menghampiri mereka. Senior-senior itu
hendak mengganggu Lea. Melihat hal itu, Rega tak tinggal diam. Dengan refleks
tinjuan Rega pun mendarat di wajah senior itu. Kerusuhan pun tak terhindarkan, senior-senior
itu balik memukuli Rega. Beruntung Rega tidak babak belur ,karena pada saat itu
ada seorang dosen yang datang mendengar keributan itu, tanpa pikir panjang
senior-senior itu kabur menghindar dari hukuman.
“ Rega, kamu nggak apa-apa?” Tanya Lea cemas
“ Enggak
apa-apa ko, Cuma memar sedikit.”
Jawab Rega
“ Kita ke Rumah sakit ya..obatin luka
kamu” Ajak Lea sembari mengusap darah disudut bibir Rega menggunakkan sapu
tangannya.
“ nggak
usah.. Aku nggak apa-apa ko..”
“Maafin aku ya..gara-gara aku kamu
jadi begini dehh..”
“ Sudah seharusnya sahabat saling
melindungi satu sama lain. Ngomong-ngomong kamu kenal sama mereka? “ Tanya Rega menahan perih
“Nggak tahu namanya, tapi mereka
terkenal belagu dan sok cool di
kampus, sok berkuasa gitulah” Lea
menjelaskan.
“ oo.. Eh,
aku punya tiket premier loh, nanti
sore nonton yuk..?” ajak Rega
“ yahh,
sayang banget aku nggak bisa pergi sore ini, lain kali ya..” Jawab Lea
“ yahh
ko gitu si? Ini kan kado ulang tahun buat kamu..” kata Rega manyun
“ Rega… kamu tau kan aku nggak suka ulang tahun… Aku nggak bisa! ” Tegas Lea
“ iya deh… dari dulu nggak
pernah berubah, dimana-mana tuh ya.
Orang kalau lagi ultah tuh seneng terus dirayain deh. Nggak
kaya kamu, malah benci sama ulang tahunnya sendiri ” kata Rega
“ Eh
tuh si Ndut, ajak dia aja. Dia kan
suka banget nonton, Tuh anaknya!” mengalihkan pembicaraan, menunjuk seorang
laki-laki tambun bersama dua porsi mie ayamnya.
“ Wahh,
kapok deh. Nonton sama Roby, bisa tekor ni dompet. Tau sendiri kan pas
waktu itu kita ke bioskop bertiga dia beli popcorn berapa? 5 bungkus dimakan
semua”
“ haha...
gokil banget tuh, terus abis itu
dia minta dibeliin ayam pop lagi di seberang jalan. Lucu..lucu,” kata Lea
tertawa kecil.
Jam
kuliah berakhir seiring dengan mendungnya langit ibukota. Lea bergegas mampir
ke toko bunga dekat kampusnya. Hari ini adalah hari yang takkan terlupakan
dalam memorinya. Tepat 6 tahun lalu sejak kejadian yang tak pernah di inginkan
oleh semua anak di dunia dimana mereka harus kehilangan salah seorang atau
bahkan kedua orangtua mereka untuk selama-lamanya. Ya. Hari ini adalah hari
peringatan kematian ayahnya. Masih teringat jelas dalam benaknya, disaat
tragedi kecelakaan orang tuanya itu terjadi tepat di depan kedua mata polosnya.
Waktu itu dia masih duduk di bangku menengah pertama. Sebuah mobil mewah Lamborghini melaju kencang dari arah
berlawanan menabrak mobil yang di tumpangi ayah ibunya saat mereka hendak
menjemput Lea untuk merayakan hari ulang tahun Lea yang ke 14 tahun. Mobil
mereka pun seketika hancur. Lea terperanjat melihat kejadian yang baru saja
dilihatnya itu menimpa orangtuanya. Ia pun menjerit melihat Ayahnya terluka
parah dibagian kepalanya begitu juga ibunya. Lea tak tau harus berbuat apa, dia
hanya menangis memanggil ayah ibunya ketika mereka di evakuasi. Sedangkan orang
yang menabrak mobil orangtuanya hanya terluka kecil di kepala. Lea sempat
melihat wajah orang itu, Lea mengenalnya. Dia adalah seorang pejabat Negara, seorang
pembantu presiden saat ini. Ya,dia adalah seorang menteri. Dalam perjalanan
menuju rumah sakit ayahnya tak terselamatkan karena kehilangan banyak darah.
Sedangkan ibunya selamat, namun sampai saat ini dia belum sadar dari komanya.
Kejadian ini pun masuk dalam agenda persidangan, namun kasus ini tidak di usut
tuntas bahkan terkesan janggal. Saksi mata dalam kejadian itu tak mengatakan sesuai
dengan fakta, sehingga pernyataan tersebut tak memberatkan sang pelaku. Sampai
pada akhir persidangan, Hakim memutuskan bahwa menteri itu tidak bersalah. Lea
berontak tidak terima dengan ketidakadilan ini, namun tak ada yang mendengarkannya
karena dia masih kecil. Sejak saat itu tumbuh benih-benih dendam dalam hatinya,
dan Ia berjanji akan mengusut tuntas kasus ini suatu hari nanti. Ia mengubur
mimpinya untuk sekolah musik di Amerika dan memilih untuk mengambil jurusan
hukum seperti sekarang ini. Seikat bunga mawar putih telah ia dapatkan kemudian
ia segera menuju pemakaman umum tempat ayahnya disemayamkan. Di depan nisan ayahnya
dia selalu berkata, bahwa dia akan memberikan keadilan yang seadil-adilnya
untuk ayahnya dan tanpa sadar air matanya pun mengalir dipipinya. Setelah
sekitar 30 menit melepas kerinduan. Ia bergegas pulang karena langit yang mulai
menampakan warna abunya. Dalam perjalanan pulang tiba-tiba langit menjatuhkan
air matanya. Dengan setengah berlari Lea mencari tempat berteduh, namun sebuah
truk datang dari arah kanan jalan, Lea yang sedang berlari diatas zebracross
itu tidak melihat truk datang karena terhalang hujan yang begitu lebat.
Kecelakaan pun tak terhindarkan. Dengan cepat darah mengalir menyatu bersama
genangan air hujan.
Gelap,
hitam , dan tak setitik cahaya pun yang dilihatnya. Lea tak tau dirinya ada
dimana. Kemudian ia mendengar suara yang tak asing memanggil namanya.
“ Lea..kamu sudah siuman nak? “ Tanya
seorang wanita parubaya
“ Tante, aku ada dimana?” Tanyanya
lirih
“ Kamu ada dirumah sakit nak..
syukurlah kamu sudah sadar Lea, sudah hampir 3 hari kamu terbaring koma” kata Tante
Ina
“ Rumah sakit?, kenapa disini gelap?”
Tanya Lea
“ Gelap?” Tante Ina terkejut, Ia
segera menggerak-gerakkan tangannya di depan mata Lea. Namun, kedua matanya tak
merespon. Tante Ina pun segera memanggil dokter.
“ Dok..Dokter…” teriaknya cemas
“Dok, apa yang terjadi dengan
keponakan saya dok?” Tanya Tante Ina saat sang dokter masih berada di mulut
pintu
“ Ibu tenang dulu, biarkan saya memeriksa
pasien terlebih dahulu.” Kata sang dokter.
Dokter pun segera memeriksa keaadan
Lea dengan stetoskop dan senter kecilnya. Sang dokter pun menggelengkan kepala
dan mengajak tante Ina bicara diluar. Lea hanya diam dan belum bisa banyak
bicara karena ia masih belum sadar sepenuhnya. Sang dokter mengatakan bahwa Lea
mengalami kebutaan, kornea matanya pecah. Lea dapat melihat kembali jika dia
mendapatkan donor kornea. Namun, untuk mendapatkan donor mata terbilang sulit.
Setelah dokter mengatakan keadaan Lea saat ini, sekejap wajahnya berubah pucat
dan tubuhnya lemas mendengar penjelasan dokter. Tante Ina kembali memasuki
ruang ICU dengan linangan air mata dipipi dan mendapati Lea menangis yang juga
mendengar perkataan sang dokter.
“ Kenapa? kenapa? Kenapa ini harus
terjadi sama Lea? Di antara ribuan manusia di dunia ini kenapa harus aku.
Kenapa semua ini terjadi di saat aku belum memberikan keadilan untuk Ayah dan
Ibu. Tuhan nggak adil! Seharusnya aku
mati aja, buat apa aku hidup kalau
aku buta seperti ini” Lea meraung-raung tak menerima keadaannya saat ini
Tante Ina tak bisa berkata-kata lagi, dia
terenyuh mendengar ungkapan Lea sembari mendekap erat tubuh Lea. Dua hari
kemudian, Dokter menyatakan Lea sudah bisa kembali ke rumah namun masih harus
menjalani pemeriksaan secara rutin. Lea terlihat tak begitu senang mendengarnya.
Dalam hatinya tak ada yang berbeda saat ia di rumah sakit atau di rumahnya nanti
semuanya akan gelap dimatanya. Kini ia hanya bisa mendengar suara tanpa bisa
melihat sumber suara itu. Di depan rumahnya terlihat dua orang laki-laki yang
tak asing. Rega dan Roby datang, setelah mendengar kabar bahwa Lea hari ini
akan pulang. Sudah begitu lama mereka duduk di teras rumah Lea bersama dua buah
parsel di meja, sedari tadi mereka hanya terdiam. Sepertinya mereka memikirkan
keadaan Lea saat ini. Akhirnya, Lea bersama tantenya pun sampai. Keheningan di
antara mereka pun terpecah dan berubah menjadi saat-saat yang mendebarkan
ketika Lea turun dari mobil bersama tongkat ditangan dengan tatapan kosong dan
raut wajah putus asa.
“ Lea, ini aku Rega sama Roby,” kata Rega saat Lea telah sampai di teras.
Lea tak menjawabnya.
“ Maaf ya nak, Lea harus
beristirahat..” Kata Tante Ina
Tante Ina pun mengantarkan Lea ke
kamarnya.
“ nak, kamu yang tabah ya.. Tante
yakin, suatu hari nanti kamu akan bisa melihat dunia kembali. Percayalah.” Kata
Tante Ina
Lea hanya terdiam di balik selimutnya
meratapi nasibnya.
Satu
minggu telah berlalu, satu minggu pula Lea tak beranjak dari kamarnya. Hal ini
membuat semua orang cemas. Tante Ina sudah berusaha membujuk Lea keluar namun
tak ada hasilnya. Tak berbeda dengan Rega hasilnya juga nihil. Tak hanya
mengurung diri, Lea juga menyiksa dirinya, ia hampir tujuh hari ini tak mau
makan sesuappun. Lea sudah tak memiliki semangat hidup lagi. Hingga pada suatu hari,
terlintas dalam pikirannya. Dia beranjak dari tempat tidurnya dan meraba-raba
sekitar mencari sebuah jendela besar. Ternyata dia hendak menuju ke balkon
kamarnya, dimana dia sering menghabiskan waktunya bersama buku-bukunya dan
sebuah biola kesayangannya. Entah apa yang Dia pikirkan, dia berdiri di tepi
balkon untuk waktu yang lama. Merasakan hembusan angin yang menyapa,kicauan
burung milik tetangga dan suara kendaraan yang terdengar sesekali melintasi
jalan di depan rumahnya. Namun, tiba-tiba Lea melakukan hal yang aneh. Dia
menaiki pembatas balkon. Ternyata Lea berniat untuk mengakhiri hidupnya dengan
melompat dari atas balkon. Bertepatan dengan itu Rega datang dan terkejut
melihat Lea di atas balkon.
“ Lea..! Apa yang kamu lakukan?”
Teriak Rega cemas
“ Rega..” jawabnya lirih
“ Jangan lakukan itu Lea! Jangan
lakukan tindakan bodoh itu! Jangan lakukan hal apapun, sebelum aku datang”
perintah Rega
“ Jangan. Jangan coba-coba ke atas, kalau
kamu berani melangkahkan kakimu satu langkah pun, aku akan lompat. Jangan
membohongiku! Aku bisa mendengar suara langkah kakimu Rega” Ancam Lea
“ Baik. Tapi kamu turun dari situ, itu
berbahaya Lea” kata Rega
“Maafkan aku Rega. Aku harus melakukan
ini, aku ingin bertemu Ayah. Aku tak punya alasan untuk hidup di dunia ini..”
Kata Lea
“ Apa kamu pikir setelah kamu pergi,
ayahmu akan senang bertemu denganmu disana dengan cara seperti ini! Bagaimana dengan ibumu? Kau tak ingat kamu
masih punya satu orang tua yang bertahun-tahun terbaring koma. Kamu pikir
baik-baik!,kenapa dia bisa bertahan hidup selama ini? Lalu Tante Ina. Dengan
ini kamu membalasnya, dengan cara ini kamu membayar semua kasih sayangnya,
semua rasa kekhawatirannya kepadamu? Pikirkan itu semua sebelum mengambil
tindakan bodoh yang akan membuatmu menyesal. Kamu masih punya banyak alasan
bahkan ribuan alasan untuk tetap hidup, Ibumu, tante Ina, Aku yang selalu ada disampingmu dan semua impian-impianmu
yang pernah kamu katakan” Tegas Rega
Setelah mendengar kata-kata Rega, Dia
sadar betapa bodohnya ia mengambil tindakkan bodoh tanpa berpikir jernih.
“Sekarang dengerin kata-kataku, jangan
bergerak!” Perintah Rega
Rega mempercepat langkahnya menuju
lantai kamar Lea. Saat-saat menegangkan itu pun usai, Rega akhirnya berhasil
mencegah tindakan bodohnya.
Setelah kejadian itu, hari-hari
selanjutnya Lea menunjukkan perubahan. Kini Ia semangat untuk menjalani
hidupnya kembali. Hari ini Lea akan pergi ke suatu tempat yang dulu sering didatanginya
bersama Rega. Lea sudah bersiap-siap sedari tadi menuggu Rega datang menjemput.
“ Lea.. nak Rega datang” Suara Tante
Ina terdengar dari lantai bawah
Lea bergegas turun. Kini ia tak membutuhkan
tongkatnya lagi untuk berjalan di dalam rumah, karena kurang lebih satu bulan
ini Rega kerap membantu Lea menghafal letak-letak ruangan dan semua benda yang
ada di rumahnya dengan hitungan langkah kaki.
“Nah, sekarang kita ada di tempat parkir
sepeda kita yang dulu,” kata Rega
“Parkir sepeda? Kita mau ke danau?” Tebak Lea
“Yapp,
betul. Dari sini kita hanya perlu
sedikit melangkahkan kaki, Mulai. 1 2 3 4 5 6 . . . . .” Mereka berdua berjalan
sambil menghitung langkah kaki mereka
“ 46,47,48,49. Sampai... tepat 49 langkah.”
Kata Rega dengan raut wajah ceria
“ Wahh,
aku kangen banget sama danau ini. Suasananya masih terasa hening, udaranya
sejuk tak berubah. Masih seperti dulu ya..” Kata Lea sembari menarik napas
merasakan udara sejuk masuk dalam tubuhnya
“ Kamu dapat merasakkannya?” Tanya
Rega
“ Tentu saja..” jawab Lea
“Kalau ini, kamu bisa ngrasain juga nggak?” tanya Rega tiba-tiba menarik
tangan Lea dan meletakkan di dadanya.
“ Maksud kamu?” Lea tidak mengerti
“ Kamu inget nggak. Dulu aku pernah bilang, soal salah satu tanda suka sama
seseorang. aku ngrasain salah satu tanda itu saat ini “ ungkap Rega
“Rega… “ Lea tekejut
“ Aku suka kamu Lea, bukan hanya
sebagai sahabat tapi lebih dari itu, kalau kamu peka pasti kamu sudah tahu ini
dari dulu..” Rega memberanikan diri
“ Tapi Ga, aku suka kamu, aku sayang
kamu tapi sebagai sahabat. Aku udah terbiasa dengan hal ini “ jawab Lea
“ Lea. apa susahnya merubah rasa
sayang itu menjadi lebih dalam“ bujuk Rega
“ Terus apa bedanya setelah kita
pacaran dengan kita sahabatan. Nggak
ada bedanya Ga. Maaf Ga, tapi aku nggak ngrasain tanda itu sama kamu” Lea
berkaca-kaca
Rega tak menjawab, hatinya hancur
mendengar ucapan Lea. Dia pikir Lea merasakan hal yang sama. Tapi, kenyataannya
tak seperti yang dia harapkan.
“ Ga..? Rega? Kamu marah?, Aku bilang kaya
gini supaya kamu nggak berharap lebih dari cewe buta sepertiku “ Kata Lea merendahkan
diri
“ Aku nggak marah, mungkin memang nggak
seharusnya aku bilang seperti itu ” Kata Rega menguatkan diri walau sebenarnya hatinya
perih.
“ Kamu nggak salah ko, semua orang berhak untuk menyukai seseorang. Dan aku hargai
perasaan kamu” Kata Lea
“ Sahabat? “
“ Selamanya”
Kata itu pun seperti cambukan keras
bagi Rega. Dia dan Lea tak bisa lebih dari sahabat. Langit sudah menampakan
jingganya tanda kebersamaan mereka usai. Mereka harus bergegas, karena Tante
Ina sudah berpesan untuk pulang sebelum jingga berubah menjadi hitam.
“ Terimakasih Ga,udah bawa aku ke
danau, sampai ketemu besok.. Dahh..”
Kata Lea dengan senyumnya tipisnya
“Dahhh…”
sahut Rega. Suaranya yang terdengar bersemangat begitu kontras dengan raut wajahnya yang
sedari tadi tertunduk lesu setelah beranjak dari danau.
Setelah
mengantarkan Lea pulang ia mendapat pesan singkat dari kakaknya,
“ Masa
aktif waktu penyewaan mobil telah usai. Segera kembalikan mobil tersebut kepada
pemiliknya. Cepat pulang adikku sayang, dalam waktu 30 menit abang belum ngliat
batang hidung kamu. Ini akan jadi hari terakhir dari seorang Rega Harahap pake
mobil abang. Okeh! “ Kata Arga dalam pesannya
“
Iya…cerewettttt…L” Balasnya
“ Nih...
aku balikin..” Sahut Rega tiba-tiba sudah berada dirumah tanpa sepengetahuan
Arga sambil melemparkan kunci lalu merebahkan tubuhnya di sofa dekat kakaknya
“ Santai aja kaliii…bukannya salam dulu malah lempar kunci sembarangan. “ Kata
Arga mengacak-acak rambut Rega
“ Assalamu
‘alaikum” salamnya pendek
“ Telat!!!”
“ Dari dari pada telat banget...
mending telat aja kan?” Jawabnya
“ huu.
dasar ayam. Ehh…kenapa muka kamu dilipet-lipet
gitu, ada masalah?” Tanya Arga
“ nggak”
jawabnya singkat
“ Alahhh…
nggak usah bohong sama abang. Masalah cewe kan?”
“ Iya…iya…” Rega terus terang
“ uu…Kacian
ade ku yang lucu ini. Pasti sakitnya tu
di sini ya.. “ Ledek Arga
“ Ihh
abang mah rese, ade yang cool ini lagi sedih bukannya dihibur
malah diledekin” Rega beranjak dari sofa menuju kamarnya
“ Huu..
dasar belagu…masih aja bisa muji diri sendiri, makannya cari cewe tuh jangan buat nambahin daftar mantan doang, cari cewe yang baik-baik.
Dengerin tuh” kata Arga
“ Tau apa abang soal cewe? Sampai
sekarang aja aku nggak pernah tuh ngliat abang pernah gandeng cewe” Sahut Rega dari balik pintu
kamar.
Lantunan
lagu terdengar begitu indah menyatu dengan keheningan suasana di sekeliling
danau. Lagu itu terdengar sampai taman bermain anak yang tak jauh dari danau
itu. Lantunan lagu biola itu menarik
seorang pemuda yang berada di taman, lalu ia mencari arah lagu yang ia dengar.
Dari kejauhan Ia melihat seorang gadis duduk dibawah pohon rindang sambil
memainkan biolanya. Kemudian Ia mendekati sang gadis.
“ Hai…lagu
kamu bagus..” Puji Arga sembari duduk disebelah gadis itu.
“ Siapa itu?” Lea terkejut menengok
kearah suara itu
“ Kamu? Kita pernah ketemu sebelumnya,
waktu dirumah sakit itu..” Kata Arga mengenali wajah Lea
“ Benarkah, tapi aku tak mengenali
suara mu “ kata Lea
“ Aku Arga, yang nolongin kamu waktu
kamu jatuh” Arga mencoba mengingatkan Lea
“ oo..waktu
itu, bukankah kamu sedang praktek calon dokter di rumah sakit. Kenapa kamu
disini?” Tanya Lea
“aaa…
itu. Sebenarnya aku disini lagi nungguin pasien anak-anak bermain di taman
tak jauh dari sini, ngomong-ngomong kamu sendiri disini? “ jawab Arga
“ Iya, memang kenapa? Aneh ya, ”
“ oh
enggak ko, Aku tak bermaksud seperti itu” kata Arga berusaha tak menyinggung
“ nggak
pa-pa, Tante ku yang mengantar ke sini”
“ o..,
kamu sering kesini?” Tanya Arga
“ ya, hampir setiap sore aku disini”
Jawabnya
“ Boleh, aku mendengarnya lagi?” pinta
Arga
Lea
pun memainkan biolanya kembali, sebenarnya ada hal aneh yang berkecamuk di
dalam benak Arga. Saat ia menatap wajah Lea, Ia seperti melihat wajah seorang
gadis kecil yang ia kenalnya dulu. Dia memperhatikan setiap sudut wajah Lea,
apa yang membuatnya merasa aneh. Ketika Dia melihat sebuah kalung antik
menggantung dileher Lea, Arga baru teringat. Kalung itu sama persis seperti
kalung yang pernah ia berikan kepada seorang gadis saat ia kecil. Kemudian Arga
langsung menanyakan kalung tersebut. Lea mengatakan, kalung itu ia dapat dari
seorang teman semasa kecilnya dulu saat ia tinggal di Jogja ,saat ia berumur 7
tahun.
“ Namanya Putra, Aku mengenalnya saat
ia liburan di rumah neneknya. Putra sangat baik kepadaku, dia selalu mengajakku
bermain dirumah neneknya. Namun setelah masa liburannya usai aku tak pernah
melihatnya lagi. Sampai saat ini aku ingin sekali bertemu dengannya..” Jelas
Lea tersenyum tipis.
“Putra? Jogja? Rumah nenek? kamu
Zyifa? Temanku dulu..” Tebak Arga berharap gadis buta dihadapannaya itu adalah
gadis kecil itu
“ Dari mana kamu tau nama kecilku? “
Lea tercengang
“ Aku Putra. Aku yang kamu cari? “
“
Tapi kamu bilang nama kamu Arga? Bagaimana kamu menjelaskan itu?” Tanya
Lea yang masih tak yakin bahwa dia benar-benar Putra
“ Nama panjangku Arga Putra Harahap,
Aku benar-benar Putra yang dulu, cucu nenek Sumi. Kalau kamu masih nggak percaya aku bisa nunjukin pasangan
kalung yang kamu pakai sekarang” Kata Arga meyakinkan Lea
Mendengar penjelasan Arga, Lea meraba
wajah Arga dengan kedua tangannya dan kemudian memeluknya melepas rasa rindu
yang selama ini ia pendam selama bertahun-tahun.
Setelah
pertemuan itu, pertemuan-pertemuan selanjutnya pun berlangsung begitu
saja. Hubungan mereka kembali dekat
sejak itu. Setiap tak ada tugas dirumah sakit Arga menemui sahabat kecilnya itu
di danau. Di bawah langit senja yang indah saat mentari kembali ke rumahnya.
Seperti biasa Lea duduk dibawah pohon yang sama bersama biolanya. Sore itu, Lea
tak tau kalau Arga akan datang ke danau. Diam-diam ia duduk disamping Lea yang
sedang melamun. Beberapa saat kemudian, Lea merasakan ada seseorang di
dekatnya.
“ Rega…kamu udah dateng?” Tanya Lea
Arga terkejut mendengar nama itu, Lea
menyebut nama adiknya. Rega.
“ Ga.. itu kamu kan?” Tanyanya lagi
“ Aku Arga, kamu lagi nunggu
seseorang?” Tanya Arga
“ Arga. Kenapa kamu disini?” Tanya Lea
terkejut
“ Bang Arga? “ Sahut Rega yang dari
belakang dengan nada kaget
“ Ayam? “
“ Lea, kamu kenal abang ku? “ Tanya
Rega
“ Maksud kamu? Arga kakakmu? “ Lea
bingung
“ Jadi kalian saling kenal?” tanya
Arga lagi
“ Rega sahabat baikku” jelasnya
“ Sekarang jelasin ,kenapa abang ada
disini?” Tanya Rega
“ Sebenarnya, Lea te…”
“ Kami pernah bertemu dirumah sakit
sebelumnya, dan kebetulan dia datang ke sini. Benarkan?” Jawab Lea memotong
ucapan Arga
“ o,
gitu.. masuk akal.” Kata Rega
“ Rega, anterin aku pulang ya…?” pinta
Lea
“ Lo?
Baru aja nyampe. Kenapa?” Rega bingung
“ Tiba-tiba aku nggak enak badan, nggak
apa-apa kan anterin aku pulang?” Lea beralasan
“ ya udah deh, yukk . Dah bang” kata Rega menepuk bahu Arga
Arga hanya tersenyum, dia tak mengerti
kenapa Lea berusaha menutupi hubungan yang terjadi diantara mereka dari Rega. Apa
mungkin Rega menyukai Lea? Karena itu Lea tak memberi tau yang sebenarnya untuk
menjaga perasaan Rega atau bukan karena itu? Muncul banyak tanda tanya dalam
pikirannya.
Lea berbohong dihadapan Rega
semata-mata untuk menjaga perasaannya, karena dulu Lea pernah menceritakan
kalau dia belum bisa melupakan teman kecilnya. Tentu saja jika Lea mengatakan
yang sebenarnya, mungkin ini akan menyakitkan hatinya.
Satu tahun kemudian.
Hari ini adalah hari ulang tahunnya
yang ke-21 tahun yang juga hari kematian ayahnya dan juga hari dimana ia
kehilangan penglihatannya. Seperti yang biasa ia lakukan di hari itu, Lea
membeli seikat mawar putih untuk ayahnya. Untuk pertama kalinya Lea tak
sendirian, Ia datang bersama dua laki-laki yang sangat menyayanginya. Ya. Kali
ini ia ditemani Arga dan Rega. Namun, ada kejadian buruk itu terjadi lagi di
hari lahirnya. Tiba-tiba Rega terjatuh tak sadarkan diri saat mereka sampai di
makam ayahnya. Arga panik melihat Rega jatuh pingsan. Lea yang tak tau apapun,
bingung dengan apa yang terjadi. Dengan sigap Arga memapah Rega ke rumah sakit.
Setelah mendapat pemeriksaan dokter, hal yang tak terduga terjadi. Dokter mengatakan
kalau Rega memiliki tumor ganas di kepalanya yang sudah cukup besar. Dokter
juga mengatakan kalau Rega tak dapat hidup lama dengan kondisinya ini. Arga
sangat terpukul mendengar perkataan dokter begitu juga Lea. Mereka sama sekali
tak tau Rega sakit kanker. Rega memang sudah hampir 2 tahun ini sering mengalami
sakit kepala. Namun Rega mengabaikannya, Ia hanya minum obat penghilang rasa
sakit untuk meredakan sakit dikepalanya.
“ Kenapa?” Tanya Rega saat ia sadar
dan mendapati air mata di pipi abangnya itu.
“Dasar anak bodoh, kenapa kamu nggak bilang kalau kamu sakit , kamu
anggap apa abangmu ini? Sampai masalah sebesar ini kamu pendam sendirian” Kata
Arga
“ Penyakit ini sulit untuk disembuhin
bang, kalau pun berhasil setelah operasi pengangkatan. Semua ingatanku akan
hilang bahkan bisa saja aku jadi idiot akibat operasi itu. Aku nggak mau itu terjadi. Lebih baik
menghabiskan sisa hidup ku dengan kenangan yang indah untuk aku ingat saat aku
tak ada nanti” jawabnya dengan nada putus asa
“ Abang sudah menghubungi mama &
papa, mereka akan membawamu ke Jepang untuk kesembuhannmu. Kamu harus sembuh
Rega.” kata Arga
“ Iya.. Ga , kamu harus sembuh” Kata
Lea yang berada di samping ranjang Rega
Paginya, Orang tua Rega baru saja tiba
di bandara. Mereka sangat panik mendengar putra bungsunya memiliki penyakit
ganas. Tanpa pikir panjang, mereka langsung memesan tiket pesawat dan
meninggalkan semua pekerjaan mereka. Dan lusa mereka hendak membawa Rega untuk
menjalani pengobatan. Arga juga ikut terbang ke negeri matahari terbit menemani
Rega. Beberapa hari setelah kepergian mereka. Lea mendapat sebuah rekaman.
Rekaman itu berisi suara Rega, dalam rekamannya Rega mengatakan bahwa ia akan
kembali dan akan memenuhi janji yang diucapkannya. Rega berjanji akan membuat
Lea dapat melihat lagi. Air matanya pun tak terbendung lagi saat mendengar
rekaman itu.
Dua
bulan berlalu, Lea merasa kesepian tanpa kehadiran dua laki-laki itu. Tak ada
lagi canda tawa yang menghiasi
keheningan danau. Ia tak lagi mendapat kabar dari Arga tentang keaadan
Rega. Hal ini membuat Lea bertambah khawatir. Ketidakjelasan kabar Rega pun
berlanjut pada bulan-bulan berikutnya hingga hari yang ia bencinya menyapanya
kembali. Pagi itu Lea enggan beranjak dari kamarnya.
Telepon rumah Lea berdering.
“ Hallo,”
sapa tante Ina
“ Hallo,
selamat pagi. Benar ini alamat pasien bernama Azalea Nurazyifa?” Tanya seorang
lelaki
“ Iya,betul. Maaf ini siapa ya?” Tanya
tante Ina
“ Kami dari Rumah Sakit Pelita
Harapan, Kami ingin memberitahukan bahwa pasien tersebut
mendapatkan pencakokan kornea mata dari
seorang pendonor. Kami harap Ibu segera membawa pasien ke rumah sakit untuk
melakukan berbagai persiapan sebelum operasi dilaksanakan”
“ Apa? Terimakasih…terimakasih, saya
akan segera membawanya..” Jawab Tante Ina, matanya mulai berkaca-kaca.
Dengan bahagianya ia mempercepat
langkahnya menuju lantai atas untuk memberi tahu kabar gembira ini. Mendengar
hal itu, Lea bahagia ia akan segera melihat dunia ini lagi. Namun disisi lain,
Ia sedih karena Rega yang masih berjuang melawan penyakitnya.
Tante Ina pun membawa Lea ke rumah
sakit. Esoknya, Ia akan segera menjalani operasi. Saat-saat menegangkan pun
tiba. Lea perlahan tertidur setelah suster menyuntikan obat bius ke tubuhnya.
Selama operasi berlangsung, tak henti-hentinya Tante Ina memanjatkan doa.
Akhirnya selama 6 jam , operasi pun usai. Lea sudah bisa di tempatkan ruang
rawat biasa. Paginya, dokter datang untuk membuka perban dimatanya. Gulungan
demi gulungan dilepasnya dengan hati- hati, hingga akhirnya perban itu pun
lepas. Perlahan-lahan Ia membuka matanya, Lea melihat setitik cahaya. Dan saat
kedua matanya terbuka dengan sempurna ia benar-benar dapat melihat lagi. Ia
sangat bahagia, namun kebahagiaan itu terasa kurang sempurna tanpa kehadiran
Rega dan Arga.
Tujuh
hari pasca operasi itu. Ada seseorang yang menyuruhnya untuk datang ke danau.
Lea harap itu adalah Rega & Arga. Namun, sesampainya disana tak ada seorang
pun di danau itu. Ia pun duduk di tempat yang sama berharap mereka datang.
Setelah beberapa saat, seorang laki-laki menyodorkan sebuah surat kepadanya
“ Kamu Arga? Ini beneran kamu? Kapan kamu datang? Dimana
Rega? “ Tanya Lea terkejut
“Iya Lea, kamu harus membaca ini. Dari
Rega” menyodorkan sepucuk surat
Lea pun membuka surat tersebut dan membacanya.
To: Lea
Mungkin saat kamu membaca
surat ini,
Kita tak lagi hidup di dunia yang sama
Tapi, masih ada satu yang
tersisa di hidupmu sekarang.
Hanya itu janji yang dapat ku
tepati.
Kamu harus hidup bahagia
setelah ini
bersama mimpi-mimpimu
Dan seseorang yang kamu
cintai
Sahabatmu,
Rega
Seketika air matanya bercucuran
setelah membaca surat terakhir dari Rega.
“ Jadi, pendonor itu, Rega ”
“ Ia Lea, Ia dengan tulus mendonorkan
matanya untukmu”
Tak henti-hentinya air matanya
mengalir meratapi kisah hidupnya yang begitu rumit. Ia pun menangis dalam
pelukan Arga. Hidup harus terus berlanjut, kini Lea harus membiasakan diri
tanpa kehadiran Rega di sisinya. Dia memulai hidup baru bersama Arga lelaki
yang dicintainya. Lea berjanji akan hidup bahagia dan melanjutkan mimpinya yang
tertunda. Ia tak akan melupakan sahabat sejatinya itu.
The End