20 Okt 2014

Style Hijab untuk Cewe Tomboy



Assalamu’alaikum …
Kali ini saya akan membahas tentang Hijab untuk si Tomboy.
Untuk cewe-cewe yang ingin berpenampilan agak boyish dan simple. Anda bisa memadupadankan style anda dengan , misalnya Denim jacket, sepatu Boots, sepatu kets, kemeja, dll
Untuk inspirasi anda…saya menampilkan beberapa stlye hijab tomboy yang bisa menjadi referensi anda.













8 Okt 2014

Birthday Tragedy _ Cerpen



Author: Afit Nur Hanifah

BIRTHDAY  TRAGEDY

Anak ayam buruan..!,abang ada kelas pagi nih..” Teriak Arga dari dalam mobil
“Iya bentar bang,lagi otw” saut Rega keluar kamar dengan tergesa-gesa
“Ya elah..lama banget sih , kaya cewe.” Celoteh Arga
Ah..cerewet lu bang,mirip tante-tante tetangga sebelah..,baru juga jam segini”sahut Rega sambil membuka pintu mobil.
          Begitulah keseharian mereka setiap berangkat kuliah.  Arga dan Rega, mereka adalah sepasang kakak adik yang akur tapi banyak berantemnya. Mereka hanya tinggal berdua dirumah peninggalan orang tuanya beserta mobil dan asisten rumah tangga yang setia sejak mereka masih menggunakkan popok. Sedangkan, Orangtua mereka saat ini tinggal di Jepang untuk urusan bisnis. Arga lebih tua 2 tahun dari Rega adiknya. Mereka sama-sama duduk di bangku kuliah dengan almamater yang berbeda. Arga baru saja menginjak satu tahun statusnya menjadi seorang mahasiswa hukum sedangkan kakaknya sudah semester 4.

Ga, turun..! Woyyy…malah tidur lagi. Dasar Kebo!!! Udah ayam, Kebo pula ” Mengguncang badan Rega
“iya..iya.. Sabar kek ,” gerutu Rega

Rega pun segera menuju kelasnya ,pada saat itu tiba-tiba.
bruukk…
 “Aduhh..gimana sih kamu.. jalan liat-liat kali main nylonong aja” kata Lea kesal
Sorry sorry..nggak sengaja” Jawab Rega sambil tetap berlari dengan wajah melirik Lea dengan bukunya yang berserakan.
Wooyyy….berhenti!!!” teriak Lea
“lain kali yaa…weeekkk ” ledek Rega sambil menjulurkan lidahnya
“ Rega… awas kamu ya! ” Ancam Lea

Lea, si mahasiswi hukum yang setiap hari selalu bawa buku-buku hukum yang super tebal. Tak seperti mahasiswi lainnya, hobinya yang tidak lain tidak bukan adalah menghafal undang-undang. Tak heran, Lea selalu mendapat nilai yang bagus dan disukai oleh dosennya. Lea sangat berambisi untuk meraih mimpinya sebagai seorang jaksa seperti ayahnya dulu maka dari itu dia sangat bersunggung-sungguh dalam menggapai mimpinya. Selain hobi menghafal Undang-undang, Lea juga mahir menggesek senar biola.

“hei…UU berjalan. Ke kantin yukk? Laper nihh” ajak Rega
“ Kenal?” jawab Lea ketus
ciee..yang lagi marah, maaf dehh.. aku traktir bakso gimana?” ledek Rega
Sorry ya, tapi aku nggak laper.” Jawabnya singkat
“ yakin nggak mau..???” Rega menggoda
“ya udah deh, kalau maksa, tapi beneran ditraktir kan?”
“ iya…iya..kapan sih Rega bohong” menyombongkan diri

Ia dan Rega memang sudah bersahabat sejak mereka duduk di bangku menegah atas. Tak heran mereka sangat dekat dan sering menghabiskan waktu bersama walaupun terkadang Rega sering menjahili Lea.

          Dalam sekejap, dua mangkok bakso dan es teh tersaji di meja mereka. Tiba-tiba muncul segerombolan senior-senior berandal menghampiri mereka. Senior-senior itu hendak mengganggu Lea. Melihat hal itu, Rega tak tinggal diam. Dengan refleks tinjuan Rega pun mendarat di wajah senior itu.  Kerusuhan pun tak terhindarkan, senior-senior itu balik memukuli Rega. Beruntung Rega tidak babak belur ,karena pada saat itu ada seorang dosen yang datang mendengar keributan itu, tanpa pikir panjang senior-senior itu kabur menghindar dari hukuman.

“ Rega, kamu nggak apa-apa?” Tanya Lea cemas
Enggak apa-apa ko, Cuma memar sedikit.” Jawab Rega
“ Kita ke Rumah sakit ya..obatin luka kamu” Ajak Lea sembari mengusap darah disudut bibir Rega menggunakkan sapu tangannya.
nggak usah.. Aku nggak apa-apa ko..”
“Maafin aku ya..gara-gara aku kamu jadi begini dehh..”
“ Sudah seharusnya sahabat saling melindungi satu sama lain. Ngomong-ngomong kamu kenal sama mereka? “  Tanya Rega menahan perih
“Nggak tahu namanya, tapi mereka terkenal belagu dan sok cool di kampus, sok berkuasa gitulah” Lea menjelaskan.
oo..  Eh, aku punya tiket premier loh, nanti sore nonton yuk..?” ajak Rega
yahh, sayang banget aku nggak bisa pergi sore ini, lain kali ya..” Jawab Lea
yahh ko gitu si? Ini kan kado ulang tahun buat kamu..” kata Rega manyun
“ Rega… kamu tau kan aku nggak suka ulang tahun… Aku nggak bisa! ” Tegas Lea
“ iya deh… dari dulu nggak pernah berubah, dimana-mana tuh ya. Orang kalau lagi ultah tuh seneng terus dirayain deh. Nggak kaya kamu, malah benci sama ulang tahunnya sendiri ” kata Rega
Eh tuh si Ndut, ajak dia aja. Dia kan suka banget nonton, Tuh anaknya!” mengalihkan pembicaraan, menunjuk seorang laki-laki tambun bersama dua porsi mie ayamnya.
Wahh, kapok deh. Nonton sama Roby, bisa tekor ni dompet. Tau sendiri kan pas waktu itu kita ke bioskop bertiga dia beli popcorn berapa? 5 bungkus dimakan semua”
haha... gokil banget tuh, terus abis itu dia minta dibeliin ayam pop lagi di seberang jalan. Lucu..lucu,” kata Lea tertawa kecil.

          Jam kuliah berakhir seiring dengan mendungnya langit ibukota. Lea bergegas mampir ke toko bunga dekat kampusnya. Hari ini adalah hari yang takkan terlupakan dalam memorinya. Tepat 6 tahun lalu sejak kejadian yang tak pernah di inginkan oleh semua anak di dunia dimana mereka harus kehilangan salah seorang atau bahkan kedua orangtua mereka untuk selama-lamanya. Ya. Hari ini adalah hari peringatan kematian ayahnya. Masih teringat jelas dalam benaknya, disaat tragedi kecelakaan orang tuanya itu terjadi tepat di depan kedua mata polosnya. Waktu itu dia masih duduk di bangku menengah pertama. Sebuah mobil mewah Lamborghini melaju kencang dari arah berlawanan menabrak mobil yang di tumpangi ayah ibunya saat mereka hendak menjemput Lea untuk merayakan hari ulang tahun Lea yang ke 14 tahun. Mobil mereka pun seketika hancur. Lea terperanjat melihat kejadian yang baru saja dilihatnya itu menimpa orangtuanya. Ia pun menjerit melihat Ayahnya terluka parah dibagian kepalanya begitu juga ibunya. Lea tak tau harus berbuat apa, dia hanya menangis memanggil ayah ibunya ketika mereka di evakuasi. Sedangkan orang yang menabrak mobil orangtuanya hanya terluka kecil di kepala. Lea sempat melihat wajah orang itu, Lea mengenalnya. Dia adalah seorang pejabat Negara, seorang pembantu presiden saat ini. Ya,dia adalah seorang menteri. Dalam perjalanan menuju rumah sakit ayahnya tak terselamatkan karena kehilangan banyak darah. Sedangkan ibunya selamat, namun sampai saat ini dia belum sadar dari komanya. Kejadian ini pun masuk dalam agenda persidangan, namun kasus ini tidak di usut tuntas bahkan terkesan janggal. Saksi mata dalam kejadian itu tak mengatakan sesuai dengan fakta, sehingga pernyataan tersebut tak memberatkan sang pelaku. Sampai pada akhir persidangan, Hakim memutuskan bahwa menteri itu tidak bersalah. Lea berontak tidak terima dengan ketidakadilan ini, namun tak ada yang mendengarkannya karena dia masih kecil. Sejak saat itu tumbuh benih-benih dendam dalam hatinya, dan Ia berjanji akan mengusut tuntas kasus ini suatu hari nanti. Ia mengubur mimpinya untuk sekolah musik di Amerika dan memilih untuk mengambil jurusan hukum seperti sekarang ini. Seikat bunga mawar putih telah ia dapatkan kemudian ia segera menuju pemakaman umum tempat ayahnya disemayamkan. Di depan nisan ayahnya dia selalu berkata, bahwa dia akan memberikan keadilan yang seadil-adilnya untuk ayahnya dan tanpa sadar air matanya pun mengalir dipipinya. Setelah sekitar 30 menit melepas kerinduan. Ia bergegas pulang karena langit yang mulai menampakan warna abunya. Dalam perjalanan pulang tiba-tiba langit menjatuhkan air matanya. Dengan setengah berlari Lea mencari tempat berteduh, namun sebuah truk datang dari arah kanan jalan, Lea yang sedang berlari diatas zebracross itu tidak melihat truk datang karena terhalang hujan yang begitu lebat. Kecelakaan pun tak terhindarkan. Dengan cepat darah mengalir menyatu bersama genangan air hujan.

          Gelap, hitam , dan tak setitik cahaya pun yang dilihatnya. Lea tak tau dirinya ada dimana. Kemudian ia mendengar suara yang tak asing memanggil namanya.
“ Lea..kamu sudah siuman nak? “ Tanya seorang wanita parubaya
“ Tante, aku ada dimana?” Tanyanya lirih
“ Kamu ada dirumah sakit nak.. syukurlah kamu sudah sadar Lea, sudah hampir 3 hari kamu terbaring koma” kata Tante Ina
“ Rumah sakit?, kenapa disini gelap?” Tanya Lea
“ Gelap?” Tante Ina terkejut, Ia segera menggerak-gerakkan tangannya di depan mata Lea. Namun, kedua matanya tak merespon. Tante Ina pun segera memanggil dokter.
“ Dok..Dokter…”  teriaknya cemas
“Dok, apa yang terjadi dengan keponakan saya dok?” Tanya Tante Ina saat sang dokter masih berada di mulut pintu
“ Ibu tenang dulu, biarkan saya memeriksa pasien terlebih dahulu.” Kata sang dokter.

Dokter pun segera memeriksa keaadan Lea dengan stetoskop dan senter kecilnya. Sang dokter pun menggelengkan kepala dan mengajak tante Ina bicara diluar. Lea hanya diam dan belum bisa banyak bicara karena ia masih belum sadar sepenuhnya. Sang dokter mengatakan bahwa Lea mengalami kebutaan, kornea matanya pecah. Lea dapat melihat kembali jika dia mendapatkan donor kornea. Namun, untuk mendapatkan donor mata terbilang sulit. Setelah dokter mengatakan keadaan Lea saat ini, sekejap wajahnya berubah pucat dan tubuhnya lemas mendengar penjelasan dokter. Tante Ina kembali memasuki ruang ICU dengan linangan air mata dipipi dan mendapati Lea menangis yang juga mendengar perkataan sang dokter.

“ Kenapa? kenapa? Kenapa ini harus terjadi sama Lea? Di antara ribuan manusia di dunia ini kenapa harus aku. Kenapa semua ini terjadi di saat aku belum memberikan keadilan untuk Ayah dan Ibu. Tuhan nggak adil! Seharusnya aku mati aja, buat apa aku hidup kalau aku buta seperti ini” Lea meraung-raung tak menerima keadaannya saat ini
Tante Ina tak bisa berkata-kata lagi, dia terenyuh mendengar ungkapan Lea sembari mendekap erat tubuh Lea. Dua hari kemudian, Dokter menyatakan Lea sudah bisa kembali ke rumah namun masih harus menjalani pemeriksaan secara rutin. Lea terlihat tak begitu senang mendengarnya. Dalam hatinya tak ada yang berbeda saat ia di rumah sakit atau di rumahnya nanti semuanya akan gelap dimatanya. Kini ia hanya bisa mendengar suara tanpa bisa melihat sumber suara itu. Di depan rumahnya terlihat dua orang laki-laki yang tak asing. Rega dan Roby datang, setelah mendengar kabar bahwa Lea hari ini akan pulang. Sudah begitu lama mereka duduk di teras rumah Lea bersama dua buah parsel di meja, sedari tadi mereka hanya terdiam. Sepertinya mereka memikirkan keadaan Lea saat ini. Akhirnya, Lea bersama tantenya pun sampai. Keheningan di antara mereka pun terpecah dan berubah menjadi saat-saat yang mendebarkan ketika Lea turun dari mobil bersama tongkat ditangan dengan tatapan kosong dan raut wajah putus asa.

“ Lea, ini aku Rega sama Roby,”  kata Rega saat Lea telah sampai di teras.
Lea tak menjawabnya.
“ Maaf ya nak, Lea harus beristirahat..” Kata Tante Ina
Tante Ina pun mengantarkan Lea ke kamarnya.
“ nak, kamu yang tabah ya.. Tante yakin, suatu hari nanti kamu akan bisa melihat dunia kembali. Percayalah.” Kata Tante Ina
Lea hanya terdiam di balik selimutnya meratapi nasibnya.

          Satu minggu telah berlalu, satu minggu pula Lea tak beranjak dari kamarnya. Hal ini membuat semua orang cemas. Tante Ina sudah berusaha membujuk Lea keluar namun tak ada hasilnya. Tak berbeda dengan Rega hasilnya juga nihil. Tak hanya mengurung diri, Lea juga menyiksa dirinya, ia hampir tujuh hari ini tak mau makan sesuappun. Lea sudah tak memiliki semangat hidup lagi. Hingga pada suatu hari, terlintas dalam pikirannya. Dia beranjak dari tempat tidurnya dan meraba-raba sekitar mencari sebuah jendela besar. Ternyata dia hendak menuju ke balkon kamarnya, dimana dia sering menghabiskan waktunya bersama buku-bukunya dan sebuah biola kesayangannya. Entah apa yang Dia pikirkan, dia berdiri di tepi balkon untuk waktu yang lama. Merasakan hembusan angin yang menyapa,kicauan burung milik tetangga dan suara kendaraan yang terdengar sesekali melintasi jalan di depan rumahnya. Namun, tiba-tiba Lea melakukan hal yang aneh. Dia menaiki pembatas balkon. Ternyata Lea berniat untuk mengakhiri hidupnya dengan melompat dari atas balkon. Bertepatan dengan itu Rega datang dan terkejut melihat Lea di atas balkon.
“ Lea..! Apa yang kamu lakukan?” Teriak Rega cemas
“ Rega..” jawabnya lirih
“ Jangan lakukan itu Lea! Jangan lakukan tindakan bodoh itu! Jangan lakukan hal apapun, sebelum aku datang” perintah Rega
“ Jangan. Jangan coba-coba ke atas, kalau kamu berani melangkahkan kakimu satu langkah pun, aku akan lompat. Jangan membohongiku! Aku bisa mendengar suara langkah kakimu Rega” Ancam Lea
“ Baik. Tapi kamu turun dari situ, itu berbahaya Lea” kata Rega
“Maafkan aku Rega. Aku harus melakukan ini, aku ingin bertemu Ayah. Aku tak punya alasan untuk hidup di dunia ini..” Kata Lea
“ Apa kamu pikir setelah kamu pergi, ayahmu akan senang bertemu denganmu disana dengan cara seperti ini!  Bagaimana dengan ibumu? Kau tak ingat kamu masih punya satu orang tua yang bertahun-tahun terbaring koma. Kamu pikir baik-baik!,kenapa dia bisa bertahan hidup selama ini? Lalu Tante Ina. Dengan ini kamu membalasnya, dengan cara ini kamu membayar semua kasih sayangnya, semua rasa kekhawatirannya kepadamu? Pikirkan itu semua sebelum mengambil tindakan bodoh yang akan membuatmu menyesal. Kamu masih punya banyak alasan bahkan ribuan alasan untuk tetap hidup, Ibumu, tante Ina, Aku  yang selalu ada disampingmu dan semua impian-impianmu yang pernah kamu katakan” Tegas Rega

Setelah mendengar kata-kata Rega, Dia sadar betapa bodohnya ia mengambil tindakkan bodoh tanpa berpikir jernih.
“Sekarang dengerin kata-kataku, jangan bergerak!” Perintah Rega
Rega mempercepat langkahnya menuju lantai kamar Lea. Saat-saat menegangkan itu pun usai, Rega akhirnya berhasil mencegah tindakan bodohnya.
Setelah kejadian itu, hari-hari selanjutnya Lea menunjukkan perubahan. Kini Ia semangat untuk menjalani hidupnya kembali. Hari ini Lea akan pergi ke suatu tempat yang dulu sering didatanginya bersama Rega. Lea sudah bersiap-siap sedari tadi menuggu Rega datang menjemput.
“ Lea.. nak Rega datang” Suara Tante Ina terdengar dari lantai bawah
Lea bergegas turun. Kini ia tak membutuhkan tongkatnya lagi untuk berjalan di dalam rumah, karena kurang lebih satu bulan ini Rega kerap membantu Lea menghafal letak-letak ruangan dan semua benda yang ada di rumahnya dengan hitungan langkah kaki.

“Nah, sekarang kita ada di tempat parkir sepeda kita yang dulu,” kata Rega
“Parkir sepeda?  Kita mau ke danau?” Tebak Lea
Yapp, betul.  Dari sini kita hanya perlu sedikit melangkahkan kaki, Mulai. 1 2 3 4 5 6 . . . . .” Mereka berdua berjalan sambil menghitung langkah kaki mereka

“ 46,47,48,49. Sampai... tepat 49 langkah.” Kata Rega dengan raut wajah ceria
Wahh, aku kangen banget sama danau ini. Suasananya masih terasa hening, udaranya sejuk tak berubah. Masih seperti dulu ya..” Kata Lea sembari menarik napas merasakan udara sejuk masuk dalam tubuhnya
“ Kamu dapat merasakkannya?” Tanya Rega
“ Tentu saja..” jawab Lea
“Kalau ini, kamu bisa ngrasain juga nggak?” tanya Rega tiba-tiba menarik tangan Lea dan meletakkan di dadanya.
“ Maksud kamu?” Lea tidak mengerti
“ Kamu inget nggak. Dulu aku pernah bilang, soal salah satu tanda suka sama seseorang. aku ngrasain salah satu tanda itu saat ini “ ungkap Rega
“Rega… “ Lea tekejut
“ Aku suka kamu Lea, bukan hanya sebagai sahabat tapi lebih dari itu, kalau kamu peka pasti kamu sudah tahu ini dari dulu..” Rega memberanikan diri
“ Tapi Ga, aku suka kamu, aku sayang kamu tapi sebagai sahabat. Aku udah terbiasa dengan hal ini “ jawab Lea
“ Lea. apa susahnya merubah rasa sayang itu menjadi lebih dalam“ bujuk Rega
“ Terus apa bedanya setelah kita pacaran dengan kita sahabatan. Nggak ada bedanya Ga. Maaf Ga, tapi aku nggak ngrasain tanda itu sama kamu” Lea berkaca-kaca
Rega tak menjawab, hatinya hancur mendengar ucapan Lea. Dia pikir Lea merasakan hal yang sama. Tapi, kenyataannya tak seperti yang dia harapkan.

“ Ga..? Rega? Kamu marah?, Aku bilang kaya gini supaya kamu nggak berharap lebih dari cewe buta sepertiku “ Kata Lea merendahkan diri
“ Aku nggak marah, mungkin memang nggak seharusnya aku bilang seperti itu ” Kata Rega menguatkan diri walau sebenarnya hatinya perih.
“ Kamu nggak salah ko, semua orang berhak untuk menyukai seseorang. Dan aku hargai perasaan kamu” Kata Lea
“ Sahabat? “
“ Selamanya”
Kata itu pun seperti cambukan keras bagi Rega. Dia dan Lea tak bisa lebih dari sahabat. Langit sudah menampakan jingganya tanda kebersamaan mereka usai. Mereka harus bergegas, karena Tante Ina sudah berpesan untuk pulang sebelum jingga berubah menjadi hitam.

“ Terimakasih Ga,udah bawa aku ke danau, sampai ketemu besok.. Dahh..” Kata Lea dengan senyumnya tipisnya
Dahhh…” sahut Rega. Suaranya yang terdengar bersemangat  begitu kontras dengan raut wajahnya yang sedari tadi tertunduk lesu setelah beranjak dari danau.

          Setelah mengantarkan Lea pulang ia mendapat pesan singkat dari kakaknya,
Masa aktif waktu penyewaan mobil telah usai. Segera kembalikan mobil tersebut kepada pemiliknya. Cepat pulang adikku sayang, dalam waktu 30 menit abang belum ngliat batang hidung kamu. Ini akan jadi hari terakhir dari seorang Rega Harahap pake mobil abang. Okeh! “ Kata Arga dalam pesannya
“ Iya…cerewettttt…L” Balasnya

Nih... aku balikin..” Sahut Rega tiba-tiba sudah berada dirumah tanpa sepengetahuan Arga sambil melemparkan kunci lalu merebahkan tubuhnya di sofa dekat kakaknya
“ Santai aja kaliii…bukannya salam dulu malah lempar kunci sembarangan. “ Kata Arga mengacak-acak rambut Rega
Assalamu ‘alaikum” salamnya pendek
“ Telat!!!”
“ Dari dari pada telat banget... mending telat aja kan?” Jawabnya
huu. dasar ayam. Ehh…kenapa muka kamu dilipet-lipet gitu, ada masalah?” Tanya Arga
nggak” jawabnya singkat
Alahhh… nggak usah bohong sama abang. Masalah cewe kan?”
“ Iya…iya…” Rega terus terang
uu…Kacian ade ku yang lucu ini. Pasti sakitnya tu di sini ya.. “ Ledek Arga
Ihh abang mah rese, ade yang cool ini lagi sedih bukannya dihibur malah diledekin” Rega beranjak dari sofa menuju kamarnya
Huu.. dasar belagu…masih aja bisa muji diri sendiri, makannya cari cewe tuh jangan buat nambahin daftar mantan doang, cari cewe yang baik-baik. Dengerin tuh” kata Arga
“ Tau apa abang soal cewe? Sampai sekarang aja aku nggak pernah tuh ngliat abang pernah  gandeng cewe” Sahut Rega dari balik pintu kamar.

          Lantunan lagu terdengar begitu indah menyatu dengan keheningan suasana di sekeliling danau. Lagu itu terdengar sampai taman bermain anak yang tak jauh dari danau itu.  Lantunan lagu biola itu menarik seorang pemuda yang berada di taman, lalu ia mencari arah lagu yang ia dengar. Dari kejauhan Ia melihat seorang gadis duduk dibawah pohon rindang sambil memainkan biolanya. Kemudian Ia mendekati sang gadis.
Hai…lagu kamu bagus..” Puji Arga sembari duduk disebelah gadis itu.
“ Siapa itu?” Lea terkejut menengok kearah suara itu
“ Kamu? Kita pernah ketemu sebelumnya, waktu dirumah sakit itu..” Kata Arga mengenali wajah Lea
“ Benarkah, tapi aku tak mengenali suara mu “ kata Lea
“ Aku Arga, yang nolongin kamu waktu kamu jatuh” Arga mencoba mengingatkan Lea
oo..waktu itu, bukankah kamu sedang praktek calon dokter di rumah sakit. Kenapa kamu disini?” Tanya Lea
aaa… itu. Sebenarnya aku disini lagi nungguin pasien anak-anak bermain di taman tak jauh dari sini, ngomong-ngomong kamu sendiri disini? “ jawab Arga
“ Iya, memang kenapa? Aneh ya, ”
oh enggak ko, Aku tak bermaksud seperti itu” kata Arga berusaha tak menyinggung
nggak pa-pa, Tante ku yang mengantar ke sini”
o.., kamu sering kesini?” Tanya Arga
“ ya, hampir setiap sore aku disini” Jawabnya
“ Boleh, aku mendengarnya lagi?” pinta Arga
          Lea pun memainkan biolanya kembali, sebenarnya ada hal aneh yang berkecamuk di dalam benak Arga. Saat ia menatap wajah Lea, Ia seperti melihat wajah seorang gadis kecil yang ia kenalnya dulu. Dia memperhatikan setiap sudut wajah Lea, apa yang membuatnya merasa aneh. Ketika Dia melihat sebuah kalung antik menggantung dileher Lea, Arga baru teringat. Kalung itu sama persis seperti kalung yang pernah ia berikan kepada seorang gadis saat ia kecil. Kemudian Arga langsung menanyakan kalung tersebut. Lea mengatakan, kalung itu ia dapat dari seorang teman semasa kecilnya dulu saat ia tinggal di Jogja ,saat ia berumur 7 tahun.
“ Namanya Putra, Aku mengenalnya saat ia liburan di rumah neneknya. Putra sangat baik kepadaku, dia selalu mengajakku bermain dirumah neneknya. Namun setelah masa liburannya usai aku tak pernah melihatnya lagi. Sampai saat ini aku ingin sekali bertemu dengannya..” Jelas Lea tersenyum tipis.
“Putra? Jogja? Rumah nenek? kamu Zyifa? Temanku dulu..” Tebak Arga berharap gadis buta dihadapannaya itu adalah gadis kecil itu
“ Dari mana kamu tau nama kecilku? “ Lea tercengang
“ Aku Putra. Aku yang kamu cari? “
  Tapi kamu bilang nama kamu Arga? Bagaimana kamu menjelaskan itu?” Tanya Lea yang masih tak yakin bahwa dia benar-benar Putra
“ Nama panjangku Arga Putra Harahap, Aku benar-benar Putra yang dulu, cucu nenek Sumi. Kalau kamu masih nggak percaya aku bisa nunjukin pasangan kalung yang kamu pakai sekarang” Kata Arga meyakinkan Lea
Mendengar penjelasan Arga, Lea meraba wajah Arga dengan kedua tangannya dan kemudian memeluknya melepas rasa rindu yang selama ini ia pendam selama bertahun-tahun.

          Setelah pertemuan itu, pertemuan-pertemuan selanjutnya pun berlangsung begitu saja.  Hubungan mereka kembali dekat sejak itu. Setiap tak ada tugas dirumah sakit Arga menemui sahabat kecilnya itu di danau. Di bawah langit senja yang indah saat mentari kembali ke rumahnya. Seperti biasa Lea duduk dibawah pohon yang sama bersama biolanya. Sore itu, Lea tak tau kalau Arga akan datang ke danau. Diam-diam ia duduk disamping Lea yang sedang melamun. Beberapa saat kemudian, Lea merasakan ada seseorang di dekatnya.
“ Rega…kamu udah dateng?” Tanya Lea
Arga terkejut mendengar nama itu, Lea menyebut nama adiknya. Rega.
“ Ga.. itu kamu kan?” Tanyanya lagi
“ Aku Arga, kamu lagi nunggu seseorang?” Tanya Arga
“ Arga. Kenapa kamu disini?” Tanya Lea terkejut

“ Bang Arga? “ Sahut Rega yang dari belakang dengan nada kaget
“ Ayam? “
“ Lea, kamu kenal abang ku? “ Tanya Rega
“ Maksud kamu? Arga kakakmu? “ Lea bingung
“ Jadi kalian saling kenal?” tanya Arga lagi
“ Rega sahabat baikku” jelasnya
“ Sekarang jelasin ,kenapa abang ada disini?” Tanya Rega
“ Sebenarnya, Lea te…”
“ Kami pernah bertemu dirumah sakit sebelumnya, dan kebetulan dia datang ke sini. Benarkan?” Jawab Lea memotong ucapan Arga
o, gitu.. masuk akal.” Kata Rega
“ Rega, anterin aku pulang ya…?” pinta Lea
Lo? Baru aja nyampe.  Kenapa?” Rega bingung
“ Tiba-tiba aku nggak enak badan, nggak apa-apa kan anterin aku pulang?” Lea beralasan
“ ya udah deh, yukk . Dah bang” kata Rega menepuk bahu Arga
Arga hanya tersenyum, dia tak mengerti kenapa Lea berusaha menutupi hubungan yang terjadi diantara mereka dari Rega. Apa mungkin Rega menyukai Lea? Karena itu Lea tak memberi tau yang sebenarnya untuk menjaga perasaan Rega atau bukan karena itu? Muncul banyak tanda tanya dalam pikirannya.
Lea berbohong dihadapan Rega semata-mata untuk menjaga perasaannya, karena dulu Lea pernah menceritakan kalau dia belum bisa melupakan teman kecilnya. Tentu saja jika Lea mengatakan yang sebenarnya, mungkin ini akan menyakitkan hatinya.
         
Satu tahun kemudian.
Hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke-21 tahun yang juga hari kematian ayahnya dan juga hari dimana ia kehilangan penglihatannya. Seperti yang biasa ia lakukan di hari itu, Lea membeli seikat mawar putih untuk ayahnya. Untuk pertama kalinya Lea tak sendirian, Ia datang bersama dua laki-laki yang sangat menyayanginya. Ya. Kali ini ia ditemani Arga dan Rega. Namun, ada kejadian buruk itu terjadi lagi di hari lahirnya. Tiba-tiba Rega terjatuh tak sadarkan diri saat mereka sampai di makam ayahnya. Arga panik melihat Rega jatuh pingsan. Lea yang tak tau apapun, bingung dengan apa yang terjadi. Dengan sigap Arga memapah Rega ke rumah sakit. Setelah mendapat pemeriksaan dokter, hal yang tak terduga terjadi. Dokter mengatakan kalau Rega memiliki tumor ganas di kepalanya yang sudah cukup besar. Dokter juga mengatakan kalau Rega tak dapat hidup lama dengan kondisinya ini. Arga sangat terpukul mendengar perkataan dokter begitu juga Lea. Mereka sama sekali tak tau Rega sakit kanker. Rega memang sudah hampir 2 tahun ini sering mengalami sakit kepala. Namun Rega mengabaikannya, Ia hanya minum obat penghilang rasa sakit untuk meredakan sakit dikepalanya.

“ Kenapa?” Tanya Rega saat ia sadar dan mendapati air mata di pipi abangnya itu.
“Dasar anak bodoh, kenapa kamu nggak bilang kalau kamu sakit , kamu anggap apa abangmu ini? Sampai masalah sebesar ini kamu pendam sendirian” Kata Arga
“ Penyakit ini sulit untuk disembuhin bang, kalau pun berhasil setelah operasi pengangkatan. Semua ingatanku akan hilang bahkan bisa saja aku jadi idiot akibat operasi itu. Aku nggak mau itu terjadi. Lebih baik menghabiskan sisa hidup ku dengan kenangan yang indah untuk aku ingat saat aku tak ada nanti” jawabnya dengan nada putus asa
“ Abang sudah menghubungi mama & papa, mereka akan membawamu ke Jepang untuk kesembuhannmu. Kamu harus sembuh Rega.” kata Arga
“ Iya.. Ga , kamu harus sembuh” Kata Lea yang berada di samping ranjang Rega

Paginya, Orang tua Rega baru saja tiba di bandara. Mereka sangat panik mendengar putra bungsunya memiliki penyakit ganas. Tanpa pikir panjang, mereka langsung memesan tiket pesawat dan meninggalkan semua pekerjaan mereka. Dan lusa mereka hendak membawa Rega untuk menjalani pengobatan. Arga juga ikut terbang ke negeri matahari terbit menemani Rega. Beberapa hari setelah kepergian mereka. Lea mendapat sebuah rekaman. Rekaman itu berisi suara Rega, dalam rekamannya Rega mengatakan bahwa ia akan kembali dan akan memenuhi janji yang diucapkannya. Rega berjanji akan membuat Lea dapat melihat lagi. Air matanya pun tak terbendung lagi saat mendengar rekaman itu.

          Dua bulan berlalu, Lea merasa kesepian tanpa kehadiran dua laki-laki itu. Tak ada lagi canda tawa yang menghiasi  keheningan danau. Ia tak lagi mendapat kabar dari Arga tentang keaadan Rega. Hal ini membuat Lea bertambah khawatir. Ketidakjelasan kabar Rega pun berlanjut pada bulan-bulan berikutnya hingga hari yang ia bencinya menyapanya kembali. Pagi itu Lea enggan beranjak dari kamarnya.
Telepon rumah Lea berdering.
Hallo,” sapa tante Ina
Hallo, selamat pagi. Benar ini alamat pasien bernama Azalea Nurazyifa?” Tanya seorang lelaki
“ Iya,betul. Maaf ini siapa ya?” Tanya tante Ina
“ Kami dari Rumah Sakit Pelita Harapan, Kami ingin memberitahukan bahwa pasien tersebut
mendapatkan pencakokan kornea mata dari seorang pendonor. Kami harap Ibu segera membawa pasien ke rumah sakit untuk melakukan berbagai persiapan sebelum operasi dilaksanakan”
“ Apa? Terimakasih…terimakasih, saya akan segera membawanya..” Jawab Tante Ina, matanya mulai berkaca-kaca.
Dengan bahagianya ia mempercepat langkahnya menuju lantai atas untuk memberi tahu kabar gembira ini. Mendengar hal itu, Lea bahagia ia akan segera melihat dunia ini lagi. Namun disisi lain, Ia sedih karena Rega yang masih berjuang melawan penyakitnya.
Tante Ina pun membawa Lea ke rumah sakit. Esoknya, Ia akan segera menjalani operasi. Saat-saat menegangkan pun tiba. Lea perlahan tertidur setelah suster menyuntikan obat bius ke tubuhnya. Selama operasi berlangsung, tak henti-hentinya Tante Ina memanjatkan doa. Akhirnya selama 6 jam , operasi pun usai. Lea sudah bisa di tempatkan ruang rawat biasa. Paginya, dokter datang untuk membuka perban dimatanya. Gulungan demi gulungan dilepasnya dengan hati- hati, hingga akhirnya perban itu pun lepas. Perlahan-lahan Ia membuka matanya, Lea melihat setitik cahaya. Dan saat kedua matanya terbuka dengan sempurna ia benar-benar dapat melihat lagi. Ia sangat bahagia, namun kebahagiaan itu terasa kurang sempurna tanpa kehadiran Rega dan Arga.
          Tujuh hari pasca operasi itu. Ada seseorang yang menyuruhnya untuk datang ke danau. Lea harap itu adalah Rega & Arga. Namun, sesampainya disana tak ada seorang pun di danau itu. Ia pun duduk di tempat yang sama berharap mereka datang. Setelah beberapa saat, seorang laki-laki menyodorkan sebuah surat kepadanya
“ Kamu Arga?  Ini beneran kamu? Kapan kamu datang? Dimana Rega? “ Tanya Lea terkejut
“Iya Lea, kamu harus membaca ini. Dari Rega” menyodorkan sepucuk surat
 Lea pun membuka surat tersebut dan membacanya.

                   To: Lea
                   Mungkin saat kamu membaca surat ini, 
Kita tak lagi hidup di dunia yang sama
                   Tapi, masih ada satu yang tersisa di hidupmu sekarang.
                   Hanya itu janji yang dapat ku tepati.
                   Kamu harus hidup bahagia setelah ini 
bersama mimpi-mimpimu
                   Dan seseorang yang kamu cintai
                                                                             Sahabatmu,
  Rega

Seketika air matanya bercucuran setelah membaca surat terakhir dari Rega.
“ Jadi, pendonor itu, Rega ”
“ Ia Lea, Ia dengan tulus mendonorkan matanya untukmu”

Tak henti-hentinya air matanya mengalir meratapi kisah hidupnya yang begitu rumit. Ia pun menangis dalam pelukan Arga. Hidup harus terus berlanjut, kini Lea harus membiasakan diri tanpa kehadiran Rega di sisinya. Dia memulai hidup baru bersama Arga lelaki yang dicintainya. Lea berjanji akan hidup bahagia dan melanjutkan mimpinya yang tertunda. Ia tak akan melupakan sahabat sejatinya itu.

The End
0
1
H
N
A
I
D
G
N
A
T
A
D
T
A
M
A
L
E
S